Bagooli.com – JAKARTA – Minuman energi telah lama lama menjadi pilihan kaum muda urban yang tersebut menjalani gaya hidup aktif. Meskipun efek positifnya terasa, tak jarang muncul berbagai kesalahpahaman mengenai dampak minuman energi terhadap kesehatan, hingga memicu hoax juga kontroversi pada sedang masyarakat.
Hal itu terjadi lantaran adanya permasalahan kebugaran yang ketika ini harus diwaspadai yakni diabetes, hipertensi, dan juga sebagainya.
Menurut Studi Kesejahteraan Dasar (Riskesdas) 2023, prevalensi diabetes mellitus di area Indonesia mencapai 11,7%. Sementara hipertensi, prevalensinya 30,8%.
Faktanya, hiperglikemia kemudian hipertensi merupakan penyakit yang dimaksud sangat mempengaruhi kondisi tubuh ginjal, yang dimaksud dapat dipicu oleh salah satunya konsumsi gula yang tersebut tinggi.
Minuman energi kerap disebut sebagai minuman tinggi gula. Padahal, dalam pasaran sebetulnya tersedia pilihan minuman energi bebas gula kemudian memanfaatkan aspartam sebagai pemanis.
Sejumlah penelitian ilmiah terbaru pada dunia telah dilakukan mengonfirmasi bahwa aspartam aman dikonsumsi di batas normal. Begitu luasnya rumor mengenai ini di area Indonesia, hingga dua institusi pun telah lama melakukan klarifikasi.
BPOM telah terjadi memberikan penjelasan masyarakat mengenai penyelenggaraan aspartam pada pangan olahan masih dikategorikan aman.
Kementerian Komunikasi serta Informatika juga telah lama secara resmi membantah hoax tersebut, seperti yang tersebut dijelaskan di laporan resmi mereka.
Hal ini diafirmasi pula oleh Dokter Dion Haryadi, PN1, CHC, AIFO-K, seseorang Certified Nutritionist juga Health Coach.
“Aspartam serta pemanis buatan lainnya yang mana digunakan pada minuman energi tanpa gula telah terjadi diuji ketat oleh Badan Pengawas Makanan juga Obat-obatan (BPOM), kemudian dinyatakan aman tanpa risiko kondisi tubuh seperti obesitas atau diabetes. Rumor yang mana menyebutkan bahwa aspartam dapat memicu neoplasma juga tak tepat, sebab studi yang tersebut meneliti mengenai hal ini menggunakan dosis yang mana banyak kali tambahan banyak dari konsumsi wajar, lalu dilaksanakan pada hewan,” jelas dr. Dion Haryadi.
Add comment