Toraja merupakan salah satu kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan. Sekitar 350 km sebelah utara dari kota Makassar yang menetap di pegunungan bagian utara. Populasinya diperkirakan sekitar 600.000 jiwa. Mereka juga menetap di sebagian dataran Luwu dan Sulawesi Barat.Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidenreng dan dari Luwu. Orang Sidenreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja yang mengandung arti “Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”, sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah “orang yang berdiam di sebelah barat”.
Versi lain menyatakan bahwa kata Toraya berasal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang orang besar (bangsawan). Perjalanan dari kota Makassar ke Toraja dapat dilakukan dengan penerbangan domestik (Makassar-Tana Toraja berkisar 45 Menit dari Bandara Sultan Hasanuddin), Melalui Jalur darat (Naik Bus atau kendaraan pribadi umumnya berkisar 8-9 jam). Toraja disebut juga sebagai suku objek wisata yang terkenal dengan kekayaan budayanya, kekayaan ini merupakan sebuah keunikan tersendiri dan destinasi terlangka di Indonesia. Nama ibu kotanya adalah Makale Rantepao.
Toraja memiliki anekaragam budaya yang kental dan masih sangat dipercayai oleh masyarakat suku tersebut, Keanekaragamanan budaya khas suku Toraja yaitu :
1. Rambu Solo

Rambu solo adalah upacara adat kematian masyarakat Toraja yang diyakini para leluhur mereka dengan tujuan untuk menghormati dan menghantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan. Upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan kematian karena orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal setelah seluruh prosesi upacara ini diselesaikan. Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut hanya dianggap sebagai orang sakit atau lemah, sehingga ia tetap diperlakukan seperti halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi hidangan makanan dan minuman bahkan selalu diajak berbicara. Puncak dari upacara Rambu solo ini dilaksanakan disebuah lapangan khusus.
Dalam upacara ini terdapat beberapa rangkaian ritual, seperti proses pembungkusan jenazah, pembubuhan ornament dari benang emas dan perak pada peti jenazah, penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan, dan proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir. Selain itu, juga prosesi upacara adat ini disertai dengan atraksi budaya yang dipertontonkan, diantaranya adu kerbau,kerbau-kerbau yang akan dikorbankan di adu terlebih dahulu sebelum disembelih, dan adu kaki. Ada juga pementasan beberapa musik dan beberapa tarian Toraja. Kerbau yang disembelih dengan cara menebas leher kerbau hanya dengan sekali tebasan, ini merupakan ciri khas masyarakat Tana Toraja. Kerbau yang akan disembelih bukan hanya sekedar kerbau biasa, tetapi kerbau bule Tedong Bonga yang harganya berkisar antara 10 hingga 50 juta atau lebih per ekornya.
2. Rumah Adat Tongkonan

Di Tana Toraja mayat tidak di kubur melainkan diletakan di Tongkonan untuk beberapa waktu sebelum dilakukan prosesi upacara (Rambu solo). Tongkonan adalah rumah adat yang terbuat dari tumpukan kayu yang dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning Kata “tongkon” berasal dari bahasa Toraja yang berarti tongkon “duduk”. Selain rumah, Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Kolong rumah tersebut berupa kandang kerbau belang atau tedong bonga. Kerbau ini merupakan lambang kekayaan, disepan rumah tersusun tanduk tanduk kerbau, sebagai tanda/lambang bahwasannya pemiliknya telah berulang kali mengadakan upacara kematian secara besar besaran.
Tongkonan terdiri dari 3 ruangan yaitu ruang tamu, ruang makan, dan ruang belakang. Ritual yang berhubungan dengan rumah adat ini sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja. Oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena melambangkan hubungan mereka dengan leluhur mereka. Jangka waktu meletakkan mayat dalam tongkonan ini bisa lebih dari 10 tahun hingga keluarganya memiliki cukup uang untuk melaksanakan upacara yang pantas bagi si mayit.
3. Estetika Ukiran Kayu

Toraja berada didataran pengunungan yang kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah pepohonan yang menghasilkan kayu yang berkualitas. Kayu tersebut diolah menjadi sebuah kesenian ukiran yang memiliki nilai estetika yang tinggi. Ukiran tersebut menjadi sumber simbolis yang menggambarkan simbol-simbol dari benda yang ada di sekitar kehidupan manusia. Prosesi pengerjaan ukiran dibuat dengan cara unik yaitu menggunakan alat ukir khusus di atas sebuah papan kayu, tiang rumah adat, jendela, atau pintu. Bukan asal ukiran, setiap motif ukiran dari Tana Toraja memiliki nama dan makna khusus. Keteraturan dan ketertiban merupakan ciri umum dalam ukiran kayu Toraja. Selain itu, ukiran Tana Toraja memiliki sifat abstrak dan geometris. Tumbuhan dan hewan sering dijadikan dasar dari ornament Toraja. Ada 4 dasar ukiran atau dalam bahasa Toraja (garonto “pasura”) diantaranya:
- Pa‘barre Allo’ (lambang dari sumber kehidupan yang berasal dari sang pencipta)
- Pa‘Manuk Londong’ (melambangkan adanya aturan atau norma hukum (adat) dan kepemimpinan)
- Pa‘tedong’ (lambang tulang punggung kehidupan dan kemakmuran)
- Pa‘sussu’ (melambangkan bentuk kesatuan masyarakat yang demokratis dan kebijakan untuk penentuan dasar-dasar kehidupan)
Garonto ‘Passura” tersebut harus pada tongkonan utama / tongkonan menjadi induk dari beberapa tongkonan yang lain (tongkonan Layuk atau Tongkonan Pekaindoran). Pewarnaan ukiran juga masih kental menggunakan tanah (litak) yang memiliki warna kuning, merah, dan orange yang diambil dari berbagai tempat di toraja yang memiliki warna tanah tersebut.
Beberapa jenis ukiran yang banyak dijumpai pada Rumah adat Tana Toraja (Tongkonan) ataupun pada Lumbung (Alang):
PA‘ BARRE ALLO
Barre (terbit / bulat), Allo (matahari) artinya ukiran yang menyerupai bulatan matahari, jenis ukiran ini banyak ditemukan pada bagian muka dan belakang rumah adat Toraja pada papan bagian atas berbentuk segi tiga (Para Longa). Biasanya diatas ukiran Pa’ Barre Allo diletakkan ukiran Pa’ Manuk Londong. Makna dari ukiran ini adalah: Percaya bahwa sumber kehidupan dan segala sesuatu yang ada di dunia ini berasal dari Puang Matua (Tuhan Yang Maha Esa), selain itu pemilik tongkonan mempunyai kedudukan yang tertinggi dan mulia.
PA‘ MANUK LONDONG
Manuk (ayam), Londong (jantan) artinya ukiran berupa ayam jantan, biasanya terdapat pada bagian muka dan belakang rumah adat Toraja pada papan atas berbentuk segitiga. biasanya ukiran ayam jantan diletakkan di atas ukiran pa’ barre allo. Makna dari ukiran ini adalah: Melambangkan kepemimpinan yang arif dan bijaksana, dapat dipercaya oleh karna pintar, pemahaman dan intuisinya tepat serta selalu mengatakan apa yang benar (Manarang ussuka’ bongi ungkararoi malillin).
PA’ TEDONG
Tedong (kerbau) artinya ukiran yang dilukiskan pada papan besar teratas (Indo’ Para) dan pada dinding-dinding penyanggah badan rumah (Manangga banua). bagi masyarakat toraja kerbau adalah hewan paling tinggi nilai dan statusnya, untuk itu bagi masyarakat toraja kerbau dijadikan standar / ukuran dari semua harta kekayaan. Makna dari ukiran ini adalah: Ukiran ini bermakna sebagai lambang kesejahteraan dan kekayaan bagi masyarakat toraja, selain itu ukiran ini juga melambangkan kebangsawana
PA’ DOTI LANGI
Doti (ilmu hitam, Saleko (tedong saleko, kerbau belang), baik (cantik), Langi (langit) artinya ukiran ini berupa palang yang berjejer-jejer dan ditengah-tengah ada semacam bintang bersinar seperti bintang di atas langit.Makna dari ukiran ini adalah: Kepintaran / prestasi yang tinggi, kearifan dan ketenangan, juga mempunyai cita-cita yang tinggi pemikiran yang jauh cemerlang kedepan, bisa juga berarti wanita bangsawan, mempunyai kasta tinggi.
PA’ KAPU’BAKA
Kapu (ikat), Baka (Bakul) adalah Pengikat bakul tampat menyimpan harta kekayaan rumah.
Pa’ kapu’ baka adalah ukiran yang menyerupai simpulan-simpulan penutup bakul (baka) baka bua dalam bahasa toraja adalah merupakan tempat untuk menyimpan harta bagi orang-orang tua jaman dahulu, sebelum ada peti, lemari, atau koper. simpulan-simpulan dari tali ini benar-benar rapih sehinggah ujung simpulan dari tali tidak kelihatan dan jika simpul telah berubah berarti ada yang telah mengambil sesuatu dari dalam bakul itu, Makna ukiran ini adalah: Melambangkan kekayaan dan kebangsawanan, simpul rahasia melambangkan pemilik rumah memiliki pola kepemimpinan dan sukar ditiru oleh orang lain, selain itu juga pandai dalam memelihara rahasia keluarga.
PA‘ ULU KARUA
Ulu (kepala), Karua (Angka delapan) adalah sesuai mitos, dahulu kala ada delapan leluhur dari orang toraja yang menurunkan ilmu dan pengetahuan menyangkut kehidupan manusia dan dunianya. kedelapan orang ini yang merupakan penemu (pencipta) ilmu pangetahuan yang diturunkan kepada anak cucu turun-temurun. ilmu dan keterampilan yang dikembangkan antara lain: to sikambi’ lolo tau (Ilmu kesehatan dan para medis), To sikambi’ lolo tananan (Ilmu tumbuh-tumbuhan / pertanian), to sikambi’ to manarang (Ilmu Teknik), dll.Pa’ ulu karua berarti bahwa orang yang mempunyai kemampuan untuk berbaur. Makna ukiran ini diharapkan dalam keluarga muncul orang (anggota keluarga) yang memiliki ilmu yang tinggi untuk kepentingan keluarga dan masyarakat.
PA’ ULU GAYANG
Ulu (kepala), Gayang (Keris Emas) adalah ukiran yang menyerupai kapala (tangkai) keris emas. jadi merupakan bagian dari pada keris emas (gayang / gaang). Makna dari ukiran ini adalah: Oleh karna ulu gayang adalah bagian dari gayang (keris emas) maka makna dari ukiran ini sama dengan makna ukiran pa’gayang yaitu malambangkan laki-laki yang mulia, kaya, bijak dan dari golongan bangsawan.
PA’ BOMBO UAI
Bombo uai (Anggan-anggan) adalah ukiran yang menyerupai binatang air (anggang anggang) yang dapat bergerak menitih air dengan halus dan sangat cepat. Makna ukiran ini adalah: Pintar-pintarlah menitih kehidupan ini dalam hal ini adalah lincah, cekatan, cepat, dan tepat. selain itu ukiran ini juga berarti manusia harus mempunyai keterampilan dan kemampuan yang cukup dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab
4. Pakaian Adat Suku Toraja

Pakaian adat pria Toraja dikenal dengan Seppa Tallung Buku, berupa celana yang panjangnya sampai di lutut. Pakaian ini masih dilengkapi dengan asesoris lain, seperti kandaure, lipa’, gayang dan sebagainya. Baju adat Toraja disebut Baju Pokko’ untuk wanita. Baju Pokko’ berupa baju dengan lengan yang pendek. Warna kuning, merah, dan putih adalah warna yang paling sering mendominasi pakaian adat Toraja. Baju adat Kandore yaitu baju adat Toraja yang berhiaskan Manik-manik yang menjadi penghias dada, gelang, ikat kepala dan ikat pinggang.
5. Peninggalan Suku Toraja

Londa adalah sebuah kompleks kuburan kuno yang terletak di dalam gua. Di bagian luar gua terlihat boneka-boneka kayu khas Toraja. Boneka-boneka merupakan replika atau miniatur dari jasad yang meninggal dan dikuburkan di tempat tersebut. Miniatur tersebut hanya diperuntukkan bagi bangsawan yang memiliki strata sosial tinggi, warga biasa tidak mendapat kehormatan untuk dibuatkan patungnya. Kuburan Gua londa Tana Toraja adalah kuburan pada sisi batu karang terjal , salah satu sisi dari kuburan itu berada di ketinggian dari bukit mempunyai gua yang dalam dimana peti-peti mayat di atur dan di kelompokkan berdasarkan garis keluarga. Disisi lain dari puluhan tau-tau berdiri secara hidmat di balkon wajah seperti hidup mata terbuka memandang dengan penuh wibawah
6. Makanan Khas Toraja

Pa’piong merupakan makanan khas suku toraja berbahan dasar daging babi atau biasanya juga bisa daging ayam. Kalau biasanya daging babi atau ayam diolah di bakar atau di goreng atau bisa juga di rebus, masyarakat Toraja mengolah daging-daging tersebut dengan memasukkannya ke dalam bambu lalu di bakar. Seperti pengolahan nasi bambu. Tapi setelah di masak dengan bambu makanan ini kemudian diolah lagi dengan memanggang daging yang sudah dimasak dengan bambu. Proses pembuatannya sebelum dimasukkan kedalam bambu daging terlebih dahulu diolah dengan cara dicampurkan dengan rempah rempah dan bumbu yang kemudian ditambahkan dengan cabai local.
7. Rambu Tuka (Upacara Pengucapan Syukur)

Ini adalah upacara tradisional yang diadakan oleh sebuah keluarga atau bahkan seluruh desa. Biasanya disertai dengan mengorbankan ayam, babi atau kerbau untuk menunjukan rasa syukur kepada Tuhan atas musim panen atau “Tongkonan” baru. Sebagai bagian dari upacara, tari Manimbong akan dibawakan oleh laki-laki yang memakai pakaian tradisional khusus yang disebut “Baju Pokko” dan “Seppa Tallu Buku”, yang dihiasi dengan parang kuno.
8. Tari-tarian dan Lagu Daerah Toraja

Tari Pa’Gellu
Ditampilkan untuk menyambut para pahlawan yang pulang dari medan perang. Namun seiring dengan berakhirnya masa perang, tarian ini lebih difungsikan sebagai tarian hiburan. Sehingga bisa ditampilkan di acara-acara seperti penyambutan tamu penting, pernikahan, pesta rakyat dan lain-lain. Tari Pa’Gellu ini difungsikan sebagai tarian yang bersifat hiburan dan memeriahkan suatu acara. Bagi masyarkat di sana, tarian ini juga dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur akan kebahagiaan yang mereka dapatkan. Hal tersebut terlihat dari ekspresi para penari yang menari dengan wajah penuh senyum yang melambangkan keceriaan dan kegembiraan.
Tarian ini terdiri dari 3-5 orang wanita. Pertunjukan Tari Pa’Gellu ini diiringi oleh musik tradisional berupa gendrang khas Toraja. Gendrang tersebut merupakan gendrang khusus yang ditabuh oleh 2 orang penabuh dari sisi yang berlawanan. Salah satu penabuh menggunakan dua alat pemukul dan satunya menggunakan satu alat pukul. Cara menabuh setiap penabuh berbeda beda dan saling melengkapi. Untuk irama yang dimainkan biasanya bertempo cepat, namun disesuaikan dengan gerakan tari para penari. Kostum adat dengan para penari biasanya menggunakan busana dan aksesoris seperti keris emas (sarapang bulawan), kandaure, sa’pi’ ulu’, tali tarrung, dan lain-lain. Untuk warna kostum Tari Pa’Gellu ini biasanya bervariasi, sehingga tergantung kelompok yang memainkan.
Tari Bone Balla’ or Ondo Samalele
Para wanita dan remaja perempuan dari sebuah keluarga besar, yang baru saja menyelesaikan pembangunan Tongkonan mereka, menyajikan tarian ini untuk menunjukan rasa syukur mereka. Tarian ini diiringi oleh lagu yang disebut “Passengo”, sebuah musik untuk memuji Tuhan. Pada bagian akhir tarian, semua anggota keluarga ikut ambil bagian dalam tarian.
Passuling
Ini merupakan seruling tradisional Toraja, yang juga dikenal dengan nama “Suling Lembang”. Seruling dimainkan oleh kelompok laki-laki untuk mengiringi “Pa’Marakka” atau lagu duka yang dinyanyikan oleh para wanita. Mereka membawakan seni tradisional ini untuk menyambut tamu, yang hadir untuk menyampaikan rasa duka mereka kepada keluarga yang sedang berduka.
Pa’ pelle / Pa’barrung
Sebuah alat musik yang terlihat seperti terompet, terbuat dari jerami yang dirakit dengan daun kelapa. Biasanya dimainkan selama upacara pengucapan syukur setelah menyelesaikan pembangunan rumah Tongkonan.
Pa’ pompang / Pa’bas
Pa’pompang merupakan sebuah orkestra bambu yang dimainkan oleh murid yunior selama upacara nasional, seperti Hari Kemerdekaan, ulang tahun kota, dan festival nasional. Para murid memainkan lagu-lagu kontemporer, lagu daerah, dan lagu gereja.
Pa’ tulali
Sebuah alat musik bambu berukuran kecil yang dimainkan dengan cara ditiup untuk menghasilkan suara yang indah.
Pa’ geso’-geso’
Sebuah alat musik yang terbuat dari kayu dan batok kelapa dengan senar.
9.Ma’pasilaga Tedong dan Sisemba

Adu kerbau air atau dikenal sebagai “Ma’pasilaga Tedong “. Adu kerbau adalah salah satu bagian hiburan pada upacara pemakaman. Berbeda dengan banteng di Spanyol yang dilakukan antara matador dengan seekor, banteng, adu kerbau di Toraja ini hanya dilakukan oleh dua ekor kerbau saja. Sedangkan Sisemba adalah sebuah “pertunjukkan” dari sekelompok laki-laki atau anak laki-laki yang mencoba memukul atau menendang kaki lawan hanya dengan menggunakan kaki mereka, sehingga terlihat seperti sedang berperang. “Perkelahian” ini dianggap sebagai sebuah permainan yang adil, karena tidak pernah “menyerang” seseorang yang berada di tanah sambil mengangkat tangannya. Bagi mereka yang tidak terbiasa dengan budaya semacam ini, ini dapat dilihat sebagai pertandingan keras. Sama seperti beberapa orang yang tidak suka tinju atau permainan kasar lain karena alasan yang sama. Namun, pertunjukkan tradisional ini menjadi hal yang langka untuk dilihat saat ini.
10. Ma’tinggoro Tedong / Pembantaian Kerbau

Sebuah tradisi di mana seorang pria menebas leher kerbau yang sudah ditambatkan pada sebuah batu besar dengan golok tajam. Ini adalah prosesi akhir dari ritual “Rambu Solo”. Sebagian orang, prosesi ini dapat dilihat sebagai suatu tindakan kejam, namun untuk sebagian orang lagi mungkin saja mereka melihatnya dari perspektif yang berbeda, seperti dari sudut pandang budaya dan sebagainya. Sama seperti di negara lain, beberapa orang bisa menerima konsep adu banteng (antara manusia dan banteng yaitu “matador”) tetapi ada juga yang tidak dapat menerimanya.
Demikianlah keanekaragaman etnis kebudayaan Toraja Sulawesi Selatan
Add comment